Khutbah Jumat Masjid Salman ITB, 3 Mei 2013
Khatib: Dr. Ir. H. Yan Organius
“Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat).” (QS 24: 37)
Dalam salah satu hadis Rasulullah Saw bersabda bahwa sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan. Namun, Rasulullah Saw pun mengingatkan dalam hadis yang lain bahwa perdagangan atau bisnis atau jual beli kerap menyerempet kepada kemaksiatan. Bahwa para pedagang tidak lain tidak bukan ialah orang-orang yang bermaksiat.
Para pedagang adalah tukang maksiat, begitu diungkap Rasulullah Saw dalam salah satu hadis yang diriwayatkan Ahmad. Lantas, para sahabat pun bertanya atas penyataan Rasulullah Saw itu, “Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah menghalalkan jual-beli?”
Rasulullah Saw membenarkan hal tersebut, tapi beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa mereka, para pedagang, ialah orang yang sering berdusta dalam berkata, juga sering bersumpah namun sumpahnya palsu.
Belakangan ini tren kewirausahaan di negeri ini meningkat. Hal ini merupakan hal yang patut disyukuri. Namun demikian hal ini pun harus diwaspadai. Sebegai umat Muslim, kita harus memerhatikan benar pesan Rasulullah Saw dalam hadis tadi. Hal ini agar para pedagang Muslim terhindar dari predikat tukang maksiat, yakni mereka yang suka menipu dalam mempromosikan barang dagangannya, lantas suka membuat sumpah palsu hanya demi usahanya maju—dengan perkataan lain: menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan sesaat.
Kita pun harus merenungkan makna ayat Al-Quran yang dikutip di muka tadi, yakni ayat ke-37 dalam Surat An-Nur. Bahwa pebisnis yang baik ialah mereka yang tidak sampai lalai dari mengingat Allah SWT dalam kesibukan urusan perniagaannya. Pada saat waktu slahat tiba, ia pun melaksanakan shalat. Pada saat waktu zakat tiba, ia pun mengeluarkannya. Merekalah para pebisnis yang jujur, amanah, dapat dipercaya, sehingga menangguk keberkahan dunia dan akhirat dari aktivitasnya, insya Allah.
Demikianlah, kalau di negeri ini kesadaran kewirausahaan meningkat pesat dibarengi meningkatnya juga kesadaran moral yang didasari nilai-nilai Ilahiah, insya Allah, negeri ini akan makmur. Sehingga, misalnya, harga BBM tidak perlu sampai naik. Ya, sebuah pertanyaan yang penting dilontarkan berkaitan dengan keadan kontemporer saat ini ialah bagaimana kalau yang berbisnis adalah negara atau pemerintah.
Jawabannya, selama bisnis yang dilakukan jujur dan bisa dipercaya, maka itu adalah baik, mabrur, diperbolehkan. Apalagi kalau hasilnya dapat mensejahterakan masyarakat luas. Maka bisnis tersebut menjadi sebuah kebaikan yang nilai keberkahannya mungkin sangat besar. Namun, kalau sampai terjadi kecurangan, tentu hal tersebut bisa dilaknat oleh Allah SWT.
Ya, beberapa hari ini perhatian kita tersedot oleh rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Hal ini patut dikritisi sebab kalau harga BBM naik, yang miskin makin banyak. Tujuan negara bukan memiskinkan rakyat. Tujuan rakyat mengangkat presiden bukan supaya rakyat miskin, tapi untuk menyejahterakan rakyat.
Jadi, pokok masalah kita bukan subsidi sebenarnya. Tapi bagaimana menyejahterakan rakyat. Inilah yang harus dipikirkan benar-benar oleh para pemimpin kita. Semoga kenaikan harga BBM ini terus tertunda. Sampai para sarjana negeri ini, para generasi mudanya, bisa berkontribusi; karena sumber daya alam di negeri ini sangat banyak.
Sebagai kesimpulan, kita kembali membuka dan merenungkan pesan Rasulullah Saw bahwa sembilan dari sepuluh pintu rezeki ialah dalam perdagangan. Namun, seolah menghadirkan paradoks, Rasulullah juga dalam hadis yang lain mengingatkan bahwa usaha perniagaan cenderung dekat kepada kemaksiatan.
Oleh karena itu, modal utama seseorang terjun ke dalam dunia bisnis ialah kejujuran dan amanah. Selama dua hal ini diperhatikan benar, dan dibarengi niat yang lurus untuk meraih rida Allah SWT, insya Allah, mereka termasuk ke dalam orang-orang yang tidak lalai. Seperti apakah orang-orang yang tidak lalai itu? Allah berfirman dalam QS 24: 37; mereka adalah:
“Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat).”
Seperti apakah para pebisnis yang tidak lalai itu? Mereka adalah para pengusaha yang tetap jujur meski kesempatan untuk berlaku curang terbuka baginya. Bagi mereka, rida Allah tidak dapat ditukar dengan harta materi dan keuntungan perniagaan sebesar apa pun.
Wallahu a’lam bishawab, dan Allah-lah yang paling tahu atas segala hal.
Khutbah yang bagus , mohon izin untuk membacakannya
ReplyDeletedi hari Jumat
Silakan. Mudah-mudahan bermanfaat. Terima kasih telah singgah di blog sederhana ini.
ReplyDeleteadakah hadis sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan itu adalah dha’if dan tidak boleh disandarkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun maknanya mungkin saja benar. Wallahu a’lam bish shawab.
ReplyDelete