Khutbah Jumat Masjid Salman ITB, 26 April 2013
Khatib: Dr. Wahyu Sri Gutomo, M.Si
Sepanjang hidup kita, kita sebetulnya berjuang memecahkan masalah-masalah yang esensial. Salah satu di antaranya ialah mengatasi masalah keterbelahan jiwa kita antara keinginan menjadi muslim yang paripurna dengan desakan-desakan duniawi yang melenakan, berbentuk kenikmatan yang sesaat, yang impulsif, maupun hal-hal yang seolah-olah menyenangkan tetapi berakhir destruktif.
Al-Quran mengisyaratkan kepada kita untuk senantiasa berhimpun bergerak menuju keridaan Allah, namun juga sekaligus mengisyaratkan agar kita berhati-hati karena ada faktor lain yang juga bisa mempengaruhi atau mendeviasi tujuan kita menghendaki rida Allah tersebut. “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS 2: 208).
Setelah Allah memerintahkan kita untuk berislam secara kafah semampu kita, Allah juga memberi isyarat bahwa hati-hatilah kita terhadap segala upaya setan dalam segala bentuknya dalam segala jenis operatifnya yang bisa menyimpangkan kita dari tujuan kita. Apakah solusi dari kondisi ini; antara keinginan kita untuk berhimpun menuju keridaan Allah dengan gaya eksternal yang mendeviasi tujuan kita tersebut?
Rasulullah dengan segenap hadisnya menasihatkan kepada kita untuk selalu kembali kepada Al-Quran dan Sunnah dalam arti yang seluas-luasnya. Dan anjuran Rasulullah ini terhimpun dalam begitu banyak petunjuk-petunjuk praktis yang aplikatif dan juga kita ikuti bahkan dalam hal-hal tertentu yang sensitif bisa menjadi juga contoh atau solusi dari masalah kita hadapi.
Salah satu pesan Rasulullah terkait dengan kehidupan kita ialah agar kita memanfaatkan kesempatan yang lima sebelum kehadiran yang lima itu. Beliau berpesan kepada kita agar memanfaatkan masa kehidupan sebelum datang kematian. Beliau juga berpesan untuk memanfaatkan masa sehat sebelum datangnya masa sakit. Berikutnya beliau juga berpesan kepada kita untuk memanfaatkan waktu luang sebelum datang waktu sempit atau masa-masa sibuk.
Kemudian yang keempat, beliau menasihatkan kepada kita untuk memanfaatkan masa muda sebelum datangnya masa tua. Masa muda yang energetik penuh tenaga dan juga berhimpun semua potensi kekuatan pada masa itu, hendaknya dimanfaatkan dalam hidup kita sebelum nanti secara alamiah datang masa tua, di mana secara keseluruhan potensi diri kita akan menyusut, menurun. Dan berikutnya juga yang kelima beliau memesankan kepada kita untuk memanfaatkan masa kaya, masa kekuatan finansial, sebelum datangnya masa kefakiran, kekurangan.
Kalau kita renungkan pesan-pesan tersebut sebenarnya bisa dirangkumkan dalam pesan yang pertama, yakni manfaatkanlah masa hidup sebelum datang waktu wafat atau kematian. Dan sebetulnya hidup yang singkat di dunia ini adalah hidup yang menentukan hidup kita seterusnya. Allah berfirman, “Dialah Allah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan, untuk menguji kalian siapa di antara kalian yang terbaik amalnya.” (QS 67: 2).
Jadi, ternyata kalau kita hubungkan dengan persoalan keinginan kita untuk menjadi hamba yang diridai-Nya, dengan kemungkinan tarikan-tarikan yang bisa menyimpangkan kita, tiada lain kita harus kembali kepada pesan Al-Quran dan sunnah Rasul. Caranya adalah sebisa mungkin kita menguatkan konsep keimanan dan amal saleh dalam kehidupan yang terintegrasi sebagai seorang Muslim.
Dalam salah satu pesan Al-Quran, dinyatakan bahwa ternyata esensi keberagamaan atau kesalehan seseorang itu, tidak ditentukan oleh—katakanlah—fasihnya dan fakihnya saja dia terhadap ilmu-ilmu agama sebagai contohnya, tetapi dalam Al-Quran Allah menyebutkan, “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.” (QS 107: 1-2).
Jadi, ternyata esensi keberagamaan seseorang ditentukan oleh kualitas amal. Dalam konteks ayat tadi, kebaikan yang bermakna ialah sangat spesifik yakni kebaikannya terhadap yang lain. Oleh karena itu, hal ini juga menunjukkan betapa hidupnya iman dan hidupnya ketauhidan dalam diri kita itu bisa terjaga bila kita selalu memelihara suluh atau semangat beramal baik.
Al-Quran dalam ayat-ayat pertama surat Al-Baqarah menceritakan tentang ciri-ciri orang yang beruntung, muflihun, yang selayaknya juga dicapai oleh kita semua. Di situ bukan hanya terkait dengan kemampuannya mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga berusaha menciptakan atau berandil dalam menciptakan tatanan sosial yang baik.
Kalaulah dalam hidup ini kita ingin mendapat rida Allah, dengan kata lain ingin sukses, baik secara individual maupun komunal bermasyarakat ataupun bernegara, berorganisasi dan sebagainya, maka bila kita lihat perjalanan Rasulullah dan juga pesan-pesan Al-Quran, mungkinlah dapat kita simpulkan beberapa hal yang dapat mendukung aspek kesuksesan dalam hidup kita, dalam pengertian mendapat rida Allah, mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Yang pertama adalah adanya hasrat yang mendalam diiringi kesadaran dan keikhlasan. Dalam bahasa bebasnya kita bisa sebut: passion. Salah satu ayat Al-Quran yang mengisyaratkan tentang ini ialah, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Sedangkan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS 2: 165).
Dalam hal ini kita melihat adanya faktor kesadaran internal, yakni kesengajaan untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang dicintai, yang disembah, selain potensi-potensi lainnya yang bisa mengalihkan kita. Oleh karena itu, kunci keberhasilan kita mencapai rida Allah dalam kehidupan kita salah satunya adalah ditumbuhkannya hasrat yang mendalam ini yang diiringi kesadaran dan keikhlasan untuk mencapai untuk berjuang mendekati Allah, taqarrub ilallah.
Yang berikutnya, Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS 3: 200). Dari ayat tersebut, kita diisyaratkan untuk senantiasa sabar dalam upaya kita mencapai rida Allah, sembari terus bersiap-siaga dan bertawakal kepada Allah SWT.
Dalam ayat lain, Allah berfirman, “Dan katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat perkerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan.’” (QS 9: 105). Demikianlah, kunci keberhasilan kita berikutnya adalah terus berusaha dan bekerja. Marilah kita berjuang menyingkirkan rasa malas dan keengganan dalam berjuang menuju kebaikan.
Masih banyak kunci kesuksesan lain dalam Al-Quran yang dapat kita petik. Satu lagi saja yang dapat kita sebutkan di sini ialah: fokus dalam mencapai tujuan. Kunci tersebut bisa kita lihat dalam Al-Quran sebagai berikut, “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS 15: 94).
Sukses tidak bisa diraih hanya satu malam, tapi perlu proses puluhan bahkan ratusan kali, sehingga proses akan terbayarkan dengan kesuksesan. Tetap semangaat! kita semua pasti bisa!
ReplyDelete