Sunday, May 26, 2013

Korupsi dan Keimanan


Khutbah Jumat Masjid Salman ITB, 10 Mei 2013
Khatib: Dr. Eng. Tengku Abdullah Sanny, M.Eng


“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS 29: 69)

Ayat ini mengingatkan kepada kita untuk senantiasa menjadi orang-orang yang berjihad siang dan malam tiada henti untuk mendapatkan keridaan Allah SWT. Dan dengan berjihad ini, insya Allah, Allah benar-benar akan menunjukkan jalan-jalan-Nya. Begitu banyaknya makna yang Allah kemukakan dalam ayat ini. Akan tetapi, manusia-manusia kini kelihatannya sudah tersesat dari jalan yang lurus, khususnya pada negara kita, para petinggi-petinggi kita yang menjabat di negeri ini, baik sebagai pejabat pusat maupun di tingkat daerah. Berita-berita di berbagai media memperlihatkan berbagai macam kemungkaran kepada Allah SWT sehingga kadang-kadang membuat kita jadi meringis dan malu di hadapan saudara-saudara kita di negeri lain.

Hari-hari ini hati sebagai bangsa Indonesia hati kita gundah gulana. Kita melihat Indonesia yang terpuruk, hancur, bermental korup, kehilangan inovasi dan kreativitas. Indonesia yang orang-orangnya tidak segan-segan melakukan kemungkaran terhadap bangsa dan negara. Mereka adalah orang-orang yang terpenjara dalam kebodohan. Mereka berfatamorgana dalam khayal yang tidak punya ruh. Oleh karena itu, tampaknya kita harus mengganti peradaban bangsa kita. Sebab hari-hari ini kita pun melihat, mereka yang nota bene dari partai Islam pun terjerat dalam korupsi.



Banyak pembahasan dengan berbagai macam kajian tentang mengapa Indonesia menjadi korup seperti ini. Salah satu pendapat penyebabnya adalah karena faktor struktural. Sehingga mereka pun termungkinkan untuk korupsi bahkan secara berjamaah. Korupsi yang sangat luar biasa, bukan perorangan, tetapi berjamaah.

Dan mereka bermain-main dengan harta milik bangsa, milik rakyat. Mereka hanyut dalam filosofi Johan Huizinga. Huizinga mengatakan manusia adalah homo ludens, manusia yang bermain. Padahal Islam dengan tegas menyatakan bahwa manusia adalah khalifatullah, wakil Allah di muka bumi. Jadi menurut Islam tentu saja manusia tidak bisa dibermain-bermainkan oleh dunia yang hina. Justru manusialah yang harus mengurus dunia, bukan sebaliknya.

Para koruptor itu adalah penghancur-penghancur bangsa dan negara. Padahal para founding fathers kita yang telah berjuang mendirikan bangsa ini hingga para pahlawan bangsa sejak Imam Bonjol, Tjut Nyak Dien, dan banyak lagi, mereka yakin dengan sebuah diktum: bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari iman.

Kajian lain mengatakan bahwa korupsi dikarenakan faktor birokrasi, sisitem, dan hukum yang lemah. Macam-macam para ahli berargumentasi. Tapi yang jelas, bagi kita sebagai kaum beriman, tampaknya kita harus mengoreksi kembali keimanan kita. Kita harus mereformasi, mereformat, memformat ulang keimanan kita.

Kita pun kembali mengingat-ingat apa itu iman. Iman artinya percaya. Tapi tampaknya itu cenderung masih dalam kata pasif. Kita harus mengubah keimanan kita menjadi aktif dan dinamis. Iman yang berkaitan dengan amal. Maka dalam Al-Quran, kata iman tidak lepas dari amal; amal jariyah, amal saleh. Kita harus bersama-sama mencegah amal yang salah. Rasulullah bersabda, barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah kamu cegah dengan tanganmu, apabila tidak sanggup dengan tangan cegahlah dengan dengan lidahnya, apabila tidak sanggup dengan lidah cegahlah dengan hatinya, inilah selemah-lemahnya iman. Janganlah kita berada di tempat yang selemah-lemahnya. Insya Allah, dengan cara bertahap, kita bisa mencegah kemungkaran tidak sekadar dengan hati kita. Kita berkata no terhadap korupsi! Sebab korupsi ialah penyakit yang menghancurkan negara.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah berkata bahwa iman itu harus dinyatakan dengan ikrar, dinyatakan dengan lisan, diyakini dalam hati, dilaksanakan dengan perbuatan. Sehingga, mengetahui saja tidak cukup. Tapi harus berbuat, harus beraksi. Itulah iman. Mengatakan iman saja tidak cukup. Sebab, kalau begitu, apa bedanya dengan iblis? Sebab iblis bisa dikatakan sebagai makhluk yang paling beriman. Ya, bagaimana tidak beriman? Iblis sudah pernah di surga, sementara kita manusia belum (masuk) surga. Lantas di mana perbedaan manusia dengan iblis?

Di sinilah perbedaannya. Iman saja tidak cukup, tapi harus dilengkapi dengan ilmu dan amal. Inilah yang membedakan iblis dengan manusia. Dan amal itu tentu saja harus kreatif dan inovatif. Implementasi kita dalam amal harus kreatif. Itu semua untuk kepentingan bangsa, negara, dan agama.

Kita ingat petikan puisi Muhammad Iqbal. Kau menciptakan malam, aku yang membuat pelita. Kau yang menciptakan tanah liat, aku yang membuat piala. Kau menciptakan sahara, gunung-gunung, dan hutan belantara, aku yang menbuat kebun anggur, taman-taman. Akulah yang mengubah batu menjadi kaca. Akulah yang mengubah racun menjadi obat penawar.

Itulah gundah gulananya seorang Iqbal. Dia melihat umat Muslim yang bodoh, tidak kreatif, tidak mau bekerja keras, mandek, sehingga mereka melakukan korupsi. Ya, koruptor itu adalah orang-orang yang tidak kreatif; mendapatkan uang dengan cara tidak profesional.

Demikianlah, terutama untuk generasi muda, yang setiap hari disuguhi tontonan fenomena korupsi di televisi, janganlah ikut-ikutan dengan hal itu. Sebab dengan melakukan tindak korupsi, hancurlah iman kita. Kita ingat kisah seorang muda penggembala kambing di zaman Umar bin Khatab. Orang muda itu coba digoda untuk berkorupsi oleh Khalifah Umar yang tidak dikenalinya. Majikanmu tidak akan tahu kalau satu kambing saja itu hilang, kata Umar. Tapi jawaban orang muda itu sangat mencengangkan: kalau begitu di mana Allah?

Ya, di mana Allah? Dalam konteks kita hari ini, pertanyaan itu pun sangat relevan. Demikianlah, kita harus mereformat keimanan kita. Kita harus banyak beristigfar kepada Allah. Wallahu’alam.

No comments:

Post a Comment