Sunday, May 26, 2013

Puncak Sains adalah Dzikrullah

Khutbah Jumat Masjid Salman ITB, 19 April 2013
Khatib: Dr. Ir. H. Suyatman, M.Sc.


Sebuah doa yang populer dikenal ialah doa ‘sapu jagat’. Robbana aatina fid dunyaa hasanah, wa fil akhiroti hasanah, wa qinaa ‘adzaban naar. Doa tersebut diambil dari Al-Quran, surat Al-Baqarah ayat 201.

Terjemahan dari doa ‘sapu jagat’ itu adalah: “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, ‘Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.’” Kita semua hapal doa pendek itu dan sering mengucapkannya. Ayat pendek ini memiliki makna yang luas untuk kita.

Saat ini, sedang ramai dibicarakan tentang kurikulum nasional tahun 2013, yang menurut rencana beberapa bulan lagi akan disahkan. Kritikan bertubi-tubi dari berbagai pihak. Salah satunya adalah terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan ukhrawi, misalnya matematika secara lebih jauh harus mengantarkan anak didik kepada soal-soal religiositas dan keagamaan. Hal tersebut dikritik. Padahal, bukankah kita sebagai umat Muslim dituntut untuk senantiasa merasakan dan mengakui kebesaran Allah SWT.



Kita harus menyadari bahwa kurikulum pendidikan bagaikan ruh. Dan ruh itu akan diberikan kepada anak didik di sekolah-sekolah. Dan kita pun harus menyadari dengan sangat bahwa anak-anak didik di negeri kita tercinta ini sebagian besar adalah anak-anak Muslim.

Makanya, kritikan di atas tadi sebenarnya jadi terasa rancu sebab datangnya dari kalangan yang mengaku Muslim juga. Padahal, bukankah Allah meminta umat Muslim untuk masuk kepada Islam secara keseluruhan, sebagaimana dalam firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS 2: 208).

Kritik terhadap rancangan kurikulum yang hendak memasukkan aspek keagamaan dalam ilmu umum itu datang dari kalangan sekuler. Paham mereka adalah menempatkan kehidupan keagamaan ke dalam batasan yang sangat sempit. Maka demikianlah, pemikiran tersebut sebenarnya menjadi tantangan bagi kekafahan kita dalam berislam.

Dalam doa pendek yang sering disebut doa ‘sapu jagat’ tadi, sebenarnya secara tidak langsung Allah hendak memberi tahu kepada kita bahwa kehidupan dunia dan kehidupan akhirat memiliki kesatupaduan. Dengan kata lain, pada hakikatnya tidak ada dikotomi atau pemisahan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat kelak. Dan khatib merasa yakin bahwa mereka yang mengkritik rancangan kurikulum tadi itu apabila berdoa juga tidak pernah absen memasukkan doa ‘sapu jagat’ itu.

Ayat lain yang perlu dikemukakan di sini ialah QS Ali Imran [3] ayat 190-191: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’”

Dari ayat Al-Quran tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya puncak dari sains atau ilmu pengetahuan itu ialah dzikrullah, yakni untuk mengingat Allah, untuk mengakui kemahabesaran Allah SWT.

Manusia, sepintar apa pun dan semaju apa pun peradaban yang dicapainya, pada hakikatnya ialah makhluk yang tetap saja lemah. Contohnya, secanggih apa pun teknologi buatan manusia, tidak juga mampu mengungkapkan ada berapa tepatnya galaksi di jagat raya ini; bahkan untuk pergi ke Planet Mars saja manusia belum mampu. Rasulullah SAW mengingatkan, ilmu kita (manusia) hanya setetes air, sedangkan ilmu Allah seluas tujuh samudra.

Lalu, dalam kaitan dengan penyusunan kurikulum pendidikan, kita harus bercermin kepada hadits Rasulullah SAW berikut ini. “Tiada seorang pun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fitrah (Islam)nya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dengan kurikulum pendidikan yang baik, tentu para anak didik memiliki peluang lebih besar menjadi baik. Itu semua merupakan kewajiban kita untuk mengikhtiarkannya.

No comments:

Post a Comment