Khutbah Jumat Masjid Salman ITB, 21 Juni 2013
Khatib: KH Aceng Zakaria
Pada kesempatan ini mari kita membaca peta perjalanan hidup kita. Peta ini barangkali jarang kita baca. Sedang di mana, mau ke mana, bawa apa, tugas apa? Hal-hal tersebut mungkin jarang kita pertanyakan.
Manusia pasti akan menjalani mati dua kali dan hidup dua kali. Ada yang berkeyakinan hidup satu kali dan mati pun satu kali saja. Pandangan ini salah. Menurut Al-Quran, manusia pasti mengalami mati dua kali dan hidup dua kali. Prosesnya: mati-hidup-mati-hidup. Orang kafir hanya percaya satu kali hidup dan satu kali mati.
Al-Quran menggugah kita. di surat Al-Baqarah dinyatakan: “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu di kembalikan?” (QS 2: 28)
Khutbah Jumat Salman ITB
Monday, June 24, 2013
Thursday, June 20, 2013
Ketika Manusia Telah Kehilangan Rasa
Khutbah Jumat Masjid Salman ITB, 14 Juni 2013
Khatib: KH Dudi Muttaqin
Manusia dewasa ini tampak sudah kehilangan perasaan. Kejahatan kini dilakukan secara massal. Kejahatan adalah perbuatan di mana seseorang merasa tidak bersalah pada saat dia melakukan kesalahan. Kelembutan manusia sudah tidak ada. Dia geram dengan kesalahan orang lain, tapi tidak pernah mau tahu dengan kesalahan dirinya sendiri.
Bahkan pernyataan Rasulullah, “Berbahagialah orang yang sibuk memperbaiki diri dari aibnya daripada sibuk membicarakan aib orang lain,” sudah tidak lagi didengar. Kerasnya hati ini harus segera dikembalikan kepada kelembutan. Kepada sebentuk sifat sensitif dalam diri kita di mana kita mengerti betul tentang kesalahan diri kita sendiri. Apa yang harus kita lakukan?
Khatib: KH Dudi Muttaqin
Manusia dewasa ini tampak sudah kehilangan perasaan. Kejahatan kini dilakukan secara massal. Kejahatan adalah perbuatan di mana seseorang merasa tidak bersalah pada saat dia melakukan kesalahan. Kelembutan manusia sudah tidak ada. Dia geram dengan kesalahan orang lain, tapi tidak pernah mau tahu dengan kesalahan dirinya sendiri.
Bahkan pernyataan Rasulullah, “Berbahagialah orang yang sibuk memperbaiki diri dari aibnya daripada sibuk membicarakan aib orang lain,” sudah tidak lagi didengar. Kerasnya hati ini harus segera dikembalikan kepada kelembutan. Kepada sebentuk sifat sensitif dalam diri kita di mana kita mengerti betul tentang kesalahan diri kita sendiri. Apa yang harus kita lakukan?
Sunday, June 9, 2013
Tasawuf dalam Pandangan Islam
Khutbah Jumat Masjid Salman ITB, 7 Juni 2013
Khatib: Dr. Asep Zaenal Ausop, M.Ag
“Dan katakanlah: ‘Ya Rabb-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.’” (QS 17:80)
Tasawuf lahir pada abad ke-2 H. Jadi, tasawuf dan tarekat bukan lahir saat Nabi masih hidup. Kenapa lahir tasawuf dan tarekat? Saat itu, Islam sangat jaya. Budaya Islam sangat luas. Islam sangat kaya. Uang melimpah. Harta di mana-mana. Dampaknya, antara lain, muncullah kehidupan individualistik dan materialistik. Umat Islam hidup glamor dan sangat duniawi. Banyak para ustadz juga yang terkena penyakit ini. Maka, ada sebagian orang yang khawatir terkontaminasi penyakit dunia ini. Lantas mereka lari dan menjauh dari keramaian kota. Mau ke mana mereka? Mereka beruzlah. Pergi jauh ke bukit-bukit di gurun-gurun. Mau apa? Mereka mau latihan hidup sederhana. Caranya? Mula-mula mereka menanggalkan pakaian-pakaian bagus mereka, dan mengganti pakaian mereka dengan pakaian yang terbuat dari wol kasar. Wol terbuat dari bulu domba. Bulu domba bahasa Arabnya shuf. Maka disebutlah mereka kaum sufi. Jadi kaum sufi dikenal karena bajunya. Jadi, orangnya disebut sufi sementara ajarannya disebut tasawuf.
Khatib: Dr. Asep Zaenal Ausop, M.Ag
“Dan katakanlah: ‘Ya Rabb-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.’” (QS 17:80)
Tasawuf lahir pada abad ke-2 H. Jadi, tasawuf dan tarekat bukan lahir saat Nabi masih hidup. Kenapa lahir tasawuf dan tarekat? Saat itu, Islam sangat jaya. Budaya Islam sangat luas. Islam sangat kaya. Uang melimpah. Harta di mana-mana. Dampaknya, antara lain, muncullah kehidupan individualistik dan materialistik. Umat Islam hidup glamor dan sangat duniawi. Banyak para ustadz juga yang terkena penyakit ini. Maka, ada sebagian orang yang khawatir terkontaminasi penyakit dunia ini. Lantas mereka lari dan menjauh dari keramaian kota. Mau ke mana mereka? Mereka beruzlah. Pergi jauh ke bukit-bukit di gurun-gurun. Mau apa? Mereka mau latihan hidup sederhana. Caranya? Mula-mula mereka menanggalkan pakaian-pakaian bagus mereka, dan mengganti pakaian mereka dengan pakaian yang terbuat dari wol kasar. Wol terbuat dari bulu domba. Bulu domba bahasa Arabnya shuf. Maka disebutlah mereka kaum sufi. Jadi kaum sufi dikenal karena bajunya. Jadi, orangnya disebut sufi sementara ajarannya disebut tasawuf.
Tuesday, June 4, 2013
Perang Badar
Khutbah Jumat Masjid Salman ITB, 31 Mei 2013
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS 33: 21)
Rasulullah Muhammad Saw menjadi teladan bagi kaum Muslimin. Kehidupan beliau menjadi pelajaran, menjadi sumber inspirasi, menjadi contoh bagi setiap kaum Muslimin. Kehidupan beliau sebagai individu, sebagai kepala keluarga, sebagai pemimpin, sebagai panglima perang, sebagai suami, sebagai ayah, dan seluruh aspek kehidupannya adalah inspirasi yang sangat berharga dan selalu aktual sepanjang masa.
Terdapat sebuah kisah yang dapat kita renungkan maknanya dalam Perang Badar. Perang ini merupakan peperangan pertama kaum Muslim dengan kaum kafir Quraisy yang terjadi pada tahun 2 H. Perang ini bertepatan dengan tahun 624 M dan terjadi pada tanggal 17 Ramadhan. Lokasi kejadian perang adalah di sebuah tempat yang bernama Badar, sebuah mata air yang terletak di tengah padang pasir, 125 km sebelah selatan Madinah. Pasukan kafir waktu itu dipimpin oleh Abu Jahal dan Abu Sofyan dengan pasukan sebanyak 1.300 orang. Sedangkan saat itu pasukan Islam hanya berjumlah 300 orang.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS 33: 21)
Rasulullah Muhammad Saw menjadi teladan bagi kaum Muslimin. Kehidupan beliau menjadi pelajaran, menjadi sumber inspirasi, menjadi contoh bagi setiap kaum Muslimin. Kehidupan beliau sebagai individu, sebagai kepala keluarga, sebagai pemimpin, sebagai panglima perang, sebagai suami, sebagai ayah, dan seluruh aspek kehidupannya adalah inspirasi yang sangat berharga dan selalu aktual sepanjang masa.
Terdapat sebuah kisah yang dapat kita renungkan maknanya dalam Perang Badar. Perang ini merupakan peperangan pertama kaum Muslim dengan kaum kafir Quraisy yang terjadi pada tahun 2 H. Perang ini bertepatan dengan tahun 624 M dan terjadi pada tanggal 17 Ramadhan. Lokasi kejadian perang adalah di sebuah tempat yang bernama Badar, sebuah mata air yang terletak di tengah padang pasir, 125 km sebelah selatan Madinah. Pasukan kafir waktu itu dipimpin oleh Abu Jahal dan Abu Sofyan dengan pasukan sebanyak 1.300 orang. Sedangkan saat itu pasukan Islam hanya berjumlah 300 orang.
Sunday, May 26, 2013
Krisis Keimanan
Khutbah Jumat Masjid Salman ITB, 24 Mei 2013
Khatib: Drs. H. Saefuddaulah Mehir, MM.
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS 4: 136)
Dua hal yang belakangan ini mau tak mau harus kita perhatikan di negeri kita ialah kasus korupsi dan kasus paranormal.
Tiga puluh enam tahun yang lalu, Mochtar Lubis pernah mendeskripsikan bangsa kita dalam pidato kebudayaannya yang berjudul Manusia Indonesia. Beliau mencatat setidaknya ada enam sifat watak dan karakter bangsa Indonesia, yang kemudian beliau menyebut kalau sifat-sifat ini masih ada, sulit bagi kita untuk bisa maju.
Dia menyebut yang pertama adalah karakter hipokrit, yakni munafik. Kemudian, bangsa kita, katanya, punya watak tidak bertanggung jawab. Berani berbuat; lari dari akibat. Kemudian, bangsa kita dicirikan juga dengan feodal. Hidupnya, kalau dalam bahasa Sunda, seperti menak. Stratifikasi sosial yang dipertahankan ada panyawah, ada juragan. Yang kaya tunjuk-tunjuk tangan saja.
Kecerdasan Sosial
Khutbah Jumat Masjid Salman ITB, 17 Mei 2013
Khatib: Drs. H. Mustafid Amna, MA
“Demi masa. sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati dalam menetapi kebenaran.” (QS 103: 1-3)
Allah SWT menjadikan Rasulullah Muhammad Saw sebagai Nabi al-ummiy, Nabi yang tidak bisa baca tulis. Allah tentu punya maksud untuk hal ini, di mana segala titah-Nya tidak ada yang sia-sia. Ma khalaqta haza batila.
Sangat boleh jadi salah satu di antara maksud Allah SWT menjadikan Rasul Nabi ummiy itu adalah agar tidak ada anggapan di kemudian hari bahwa Al-Quran yang dibawa oleh Nabi adalah karangan Muhammad.
Namun, sekalipun Rasul itu nabi ummiy, tidak bisa baca tulis, tapi beliau itu fathanah, cerdas, tahu, mengerti, memahami. Dalam artian dia bisa membaca pikiran orang. Apa yang dirasakan orang, Rasululah Saw bisa memahami. Beliau bukan cerdas individual semata, tapi juga cerdas sosial. Itulah namanya fathanah.
Korupsi dan Keimanan
Khutbah Jumat Masjid Salman ITB, 10 Mei 2013
Khatib: Dr. Eng. Tengku Abdullah Sanny, M.Eng
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS 29: 69)
Ayat ini mengingatkan kepada kita untuk senantiasa menjadi orang-orang yang berjihad siang dan malam tiada henti untuk mendapatkan keridaan Allah SWT. Dan dengan berjihad ini, insya Allah, Allah benar-benar akan menunjukkan jalan-jalan-Nya. Begitu banyaknya makna yang Allah kemukakan dalam ayat ini. Akan tetapi, manusia-manusia kini kelihatannya sudah tersesat dari jalan yang lurus, khususnya pada negara kita, para petinggi-petinggi kita yang menjabat di negeri ini, baik sebagai pejabat pusat maupun di tingkat daerah. Berita-berita di berbagai media memperlihatkan berbagai macam kemungkaran kepada Allah SWT sehingga kadang-kadang membuat kita jadi meringis dan malu di hadapan saudara-saudara kita di negeri lain.
Hari-hari ini hati sebagai bangsa Indonesia hati kita gundah gulana. Kita melihat Indonesia yang terpuruk, hancur, bermental korup, kehilangan inovasi dan kreativitas. Indonesia yang orang-orangnya tidak segan-segan melakukan kemungkaran terhadap bangsa dan negara. Mereka adalah orang-orang yang terpenjara dalam kebodohan. Mereka berfatamorgana dalam khayal yang tidak punya ruh. Oleh karena itu, tampaknya kita harus mengganti peradaban bangsa kita. Sebab hari-hari ini kita pun melihat, mereka yang nota bene dari partai Islam pun terjerat dalam korupsi.
Subscribe to:
Posts (Atom)