Khatib: KH Dudi Muttaqin
Manusia dewasa ini tampak sudah kehilangan perasaan. Kejahatan kini dilakukan secara massal. Kejahatan adalah perbuatan di mana seseorang merasa tidak bersalah pada saat dia melakukan kesalahan. Kelembutan manusia sudah tidak ada. Dia geram dengan kesalahan orang lain, tapi tidak pernah mau tahu dengan kesalahan dirinya sendiri.
Bahkan pernyataan Rasulullah, “Berbahagialah orang yang sibuk memperbaiki diri dari aibnya daripada sibuk membicarakan aib orang lain,” sudah tidak lagi didengar. Kerasnya hati ini harus segera dikembalikan kepada kelembutan. Kepada sebentuk sifat sensitif dalam diri kita di mana kita mengerti betul tentang kesalahan diri kita sendiri. Apa yang harus kita lakukan?
Kita simak ayat berikut. Surat 'Āli `Imrān ayat 159. “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS 3: 159)
Ya, adalah rahmat dari Allah apabila kita masih memiliki sikap lemah lembut. Sikap di mana kita tidak mudah terseret oleh sebentuk toleransi yang membuat kita sendiri lupa pada jati diri kita sendiri. Tetapi kita tetap memiliki pendirian. Dan dengan tidak harus terlalu tegas kepada kesalahan orang lain, tetapi kita memberikan keteladanan untuk memperbaiki orang lain. Suatu bentuk perilaku di mana kita mengamalkan kalimat Tawāşaw Bil-Ĥaqqi, meluruskan orang yang salah dengan cara yang benar. Bukan memperbaiki orang yang salah dengan cara yang salah.
Lembutkan diri kira sebab kalimat Linta Lahum dalam surat 'Āli `Imrān ayat 159 lebih tepat diterjemahkan ke dalam bahasa atau peribahasa Sunda. Yakni leuleus jeujeur, liat tali. Seseorang yang memiliki tongkat pancing yang lentur tidak mudah patah bahkan tidak akan patah, dan talinya tidak mudah putus meskipun sangat kecil. Dia mungkin mengulur orang yang akan dia perbaiki sampai orang tersebut membuktikan sendiri bahwa banyak memiliki kesalahan, kemudian dia menarik kembali tanpa harus terbawa arus oleh kesalahan orang lain. Itulah kelembutan. Fabimā Raĥmatin Mina Allāhi Linta Lahum.
Kita sudah nyaris kehilangan kelembutan seperti itu. Kelembutan yang seperti dimiliki oleh Rasulullah. Kita ingat bagaimana Rasulullah Saw berhadapan dengan orang yang mengaku dirinya bersalah, yang lantas minta dihukum oleh Rasulullah. Tapi Rasulullah tidak langsung menghukumnya. Dia seorang wanita yang mengaku sudah berzina. Ingin dirajam oleh Rasulullah. Rasulullah ingin membuktikannya karena tidak ada saksi sampai dia mengandung.
Setelah mengandung, wanita itu menghadap kembali kepada Rasulullah. Rasulullah tidak ingin bayi di dalam kandungannya mati sia-sia. Kemudian, kata Rasulullah, biarkan bayinya lahir. Setelah lahir, wanita ini menghadap lagi kepada Rasulullah; ingin dihukum. Kemudian, setelah itu, Rasulullan bilang: susui dulu bayimu. Dan seterusnya.
Demikianlah. Rasulullah tidak langsung menghukum seseorang yang berbuat salah dengan kekerasan. Tapi justru orang yang berbuat salah betul-betul dididik, dibimbing. Sehingga mengerti betul bagaimana dia berbuat benar. Itulah Fabimā Raĥmatin Mina Allāhi Linta Lahum.
Lalu, Wa Law Kunta Fažžāan Ghalīža Al-Qalbi Lānfađđū Min Ĥawlika.Ya, kalau saja kita bersikap keras dan kasar, maka orang akan berpaling dari sekeliling kita. Kita tahu ayat ini mengingatkan kita agar memiliki suatu strategi dalam meluruskan perbuatan salah orang lain.
Lantas, siapa manusia yang paling lembut itu? Manusia yang paling lembut adalah manusia yang memiliki sifat pemaaf. Yang mampu memaafkan. Jangan sebut diri kita lembut kalau kita belum mampu memaafkan orang lain.
Bagaimana agar menjadi seorang pemaaf? Untuk menjadi pemaaf, Allah mengingatkan kita berulang kali di dalam Al-Quran agar kita banyak melakukan zakat, infak, dan sedekah. Kalimat zakat, infak, dan sedekah sangat banyak di dalam Al-Quran. Orang-orang dermawan cenderung pemaaf, sementara orang-orang kikir cenderung pendendam. Kita tahu itu.
Kemudian, di samping memiliki kelembutan dengan kepemaafan, kita pun memiliki rasa cinta kepada sesama: kita memintakan ampunan kepada Allah untuk orang-orang yang bersalah termasuk diri kita sendiri. Jangan sebut bahwa kita mencintai umat kalau kita tidak mau mendoakan orang-orang yang kita cintai. Jangan sebut seorang suami mencintai istrinya kalau dia tidak pernah mendoakan keselamatan istrinya. Jangan sebut kita mencintai anak kita kalau kita tidak pernah mendoakan keselamatan anak kita dari siksa Allah SWT.
Kemudian, ada kelembutan berpikir. Lalu, di samping kelebutan jiwa, rasa cinta, dan kelembutan berpikir, ada juga sikap bermusyawarah. Hanya orang orang yang cerdas dan memiliki ilmu yang luaslah yang selalu antusias menghadapi permusyawaratan. Kita tahu banyak orang yang tidak berkehendak untuk bermusyawarah. Orang-orang yang bermusyawarah adalah orang-orang yang cenderung memiliki ilmu dan berkembang. Dia semakin pintar, semakin luas, semakin dalam ilmunya dengan bermusyawarah.
Kemudian, dalam hal berdakwah berikhtiar membenarkan perbuatan salah orang lain dengan cara yang benar; apabila hal itu telah dimusyawarahkan, sudah juga dimaafkan dan didoakan; tapi tetap saja tidak berubah orang-orang yang berbuat salah di sekitar kita itu, maka bertawakallah kepada Allah. Kita berserah kepada Allah SWT.
Berserah, bertawakal, bukan berarti menyerah dan diam. Tidak seperti itu. Yang disebut tawakal ialah taat kepada Allah. Biarkan orang lain berbuat salah setelah kita berusaha untuk memperbaikinya dan tidak bisa. Kita tetap berada di rel yang benar, mengharapkan rida Allah SWT dan tetap taat kepada Allah. Tawakal adalah berserah untuk diatur oleh Allah. 'Inna Allāha Yuĥibbu Al-Mutawakkilīna. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang tawakal.
Demikianlah. Kelembutan harus kita tumbuhkan lagi. Karena kehidupan di berbagai area dan arena sudah begitu keras. Sudah begitu kasar. Manusia kini sudah tidak memikirkan lagi keselamatan orang lain. Yang dia pikirkan adalah terpenuhi hajat dirinya sendiri.
Tentunya pada kondisi seperti kita harus waspada. Jangan sampai kita melupakan kalimat Rasulullah tadi, “Berbahagialah orang-orang yang sibuk memperbaiki diri dari aibnya daripada sibuk membicarakan aib orang lain.” Suatu bentuk kesalahan, suatu bentuk kejahatan: seseorang berbuat salah tapi tidak sadar bahwa dirinya salah.
Mari kita jauhkan jarak kita dengan hari kiamat. Karena salah satu ciri datangnya hari kiamat adalah ketika manusia telah kehilangan rasa. Wallahu ‘alam.
Blackjack, Slots and Casino Hotels
ReplyDeleteCompare 보령 출장안마 13777 hotels near Blackjack, Slots and 대전광역 출장마사지 Casino, 용인 출장마사지 Las Vegas. 제주 출장안마 Find reviews and discounts for AAA/AARP members, seniors, groups 서귀포 출장마사지 and military.